Banjir Likuiditas, Peminat KIK-EBA Indonesia Power Capai Rp 10 Triliun

Penawaran yang masuk mencapai Rp 9,6 triliun atau mengalami kelebihan permintaan 2,4 kali dari nilai penerbitan KIK-EBA Indonesia Power yang sebesar Rp 4 triliun.

 

PLTU Suralaya | Katadata

Upaya pemerintah mendorong sekuritisasi aset untuk memperoleh pendanaan proyek infrastruktur, kembali membuahkan hasil. Setelah PT Jasa Marga Tbk,  anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yaitu PT Indonesia Power mencatatkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) di Bursa Efek Indonesia, Rabu (20/9). Aksi penggalangan dana lewat sekuritisasi aset ini sukses karena pasar surat utang sedang kebanjiran likuiditas.Penawaran yang masuk mencapai Rp 9,6 triliun atau mengalami kelebihan permintaan 2,4 kali dari nilai penerbitan KIK-EBA Indonesia Power ini sebesar Rp 4 triliun. Namun, investor masih bisa membeli instrumen investasi ini karena Indonesia Power berencana melakukan sekuritisasi aset secara bertahap senilai total Rp 10 triliun hingga tahun depan.

Aset dasar yang disekuritisasi adalah piutang dari perjanjian jual-beli listrik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya 1-7. Bertindak sebagai Manajer Investasi EBA adalah PT Danareksa Investment Management dan bank kustodian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Indonesia Power menjadi korporasi kedua yang berhasil menawarkan skema sekuritisasi aset untuk infrastruktur. Akhir Agustus lalu, Jasa Marga sukses menerbitkan KIK-EBA dengan meraih pendanaan sebesar Rp 2,6 triliun.

Menurut Direktur Utama Indonesia Power Sripeni Inten Cahyani, dana yang diperoleh dari KIK-EBA akan digunakan untuk membiayai proyek PLTU Suralaya unit 9 dan 10 dengan total kapasitas 2.000 Megawatt (MW) di Banten.

Ada juga PLTU Mulut Tambang di tiga lokasi di Kalimantan dengan total kapasitas 600 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 30 MW di Sulawesi. Kemudian proyek mobile power plant di daerah Indonesia Timur untuk memudahkan pasokan listrik ke area terpencil.

KIK-EBA korporasi Indonesia menarik karena menawarkan amortisasi yakni cicilan pokok dengan nilai rata-rata jatuh tempo pada periode 2,5 tahun. Menurut Direktur BNI Sekuritas Reza Benito Zahar, ini menjadi semakin menarik karena imbal hasil yang ditawarkan berkisar 8%-9%.

Return ini jauh lebih tinggi dari rata-rata obligasi dengan tenor dan peringkat yang sama, seperti surat utang negara (SUN) di level 6,18%.

Status Indonesia Power sebagai anak usaha PLN juga memikat para investor. Sebab, secara otomatis PLN akan menjadi pembeli tunggal produksi listrik dari sekuritisasi PLTU Suralaya. Kepastian bahwa aset yang disekuritisasi ini merupakan aset yang produktif dan menguntungkan.

Menurut Kepala Divisi Operasional Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Ifan Mohamad Ihsan, KIK-EBA menjadi instrumen investasi yang menarik karena relatif aman dari aspek risiko. KIK-EBA misalnya dilengkapi dengan fitur bankruptcy remoteness, sehingga aset dasar tidak akan disita jika perusahaan pailit.

Membeludaknya permintaan KIK-EBA Indonesia Power ini juga didukung kondisi pasar surat utang yang sedang banjir likuiditas. Selama Agustus dan September ini, pergerakan indeks obligasi yang terus naik dan beberapa mencetak rekor, baik Indobex Composite Total Return Index, Indobex Government Total Return Index, maupun Indobex Corporate Total Return Index.

Banjir dana di pasar surat utang seiring kebijakan bunga rendah yang diinisiasi Bank Indonesia. Manager Economic Research Division Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Mikail menjelaskan, rata-rata kupon obligasi korporasi saat ini sudah turun jauh dibanding Juni-Juli lalu. Ini semakin meningkatkan daya tarik KIK-EBA sebagai instrumen investasi.