Pabrik CGA Tayan Terus Rugi, Aneka Tambang Bidik Mitra Asing
Sejak beroperasi kuartal I-2015, pabrik pengolahan bijih bauksit jadi CGA di Tayan itu masih merugi. Akhir tahun lalu kerugiannya Rp 458,15 miliar atau membengkak 52,36% dibandingkan tahun sebelumnya.
Proses produksi di PT Aneka Tambang Tbk | ISTIMEWA
Selain teknologi yang ditawarkan, mitra baru tersebut harus memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan Antam. Antara lain, kemampuan finansial dan kemampuan memasarkan produk hasil pabrik itu.
Mitra baru itu akan menggantikan posisi Showa Denko KK, yang punya 20% saham di pabrik CGA pertama di Indonesia tersebut. Perusahaan teknik kimia dari Jepang itu memutuskan hengkang pada pertengahan tahun ini setelah proyek tersebut gagal menghasilkan laba setelah dua tahun beroperasi.
Ke depan, Antam tidak menutup kemungkinan menjadi pemegang saham minoritas sehingga mitra barunya bisa lebih berperan di pabrik itu.
Saat ini, Antam tengah berdiskusi dengan Showa Denko dan beberapa calon pemodal strategis mengenai skema transisi kepemilikan saham di ICA. Harapannya, kesepakatan dapat tercapai pada Oktober atau November nanti.
Namun, Apriliandi enggan menyebutkan nilai investasi yang dibutuhkan untuk mengambil alih saham milik Showa Denko. “Masih dalam diskusi internal,” katanya kepada D-Inside di Jakarta, beberapa hari lalu.
Pabrik pengolahan bijih bauksit menjadi CGA di Tayan itu mulai beroperasi kuartal I-2015, setelah dibangun selama empat tahun dengan menelan investasi sebesar US$ 490 juta. Kapasitas produksinya 300 ribu ton CGA dan diharapkan dapat menghasilkan pendapatan sebesar US$ 200 juta per tahun.
Namun, beban tinggi dan penjualan yang tidak maksimal menghambat hitung-hitungan kinerja tersebut. Pada akhir tahun lalu, ICA menderita kerugian hingga Rp 458,15 miliar atau membengkak 52,36% dibandingkan tahun sebelumnya.
Merunut laporan keuangan Antam, pada 15 Desember 2016 dan 15 Juni 2017, ICA gagal membayar utang kepada Japan Bank for International Corporation (JBIC) saat jatuh tempo sehingga menimbulkan wanprestasi.
Per 30 Juni 2017, jumlah angsuran pokok pinjaman dan bunga yang telah jatuh tempo beserta denda keterlambatan pembayaran utang mencapai Rp 567,3 miliar. Karena itulah Antam dan Showa Denko mengkaji ulang kerja sama patungan tersebut. Namun, kedua pihak gagal mencapai kesepakatan sehingga Showa Denko memutuskan mengakhiri kemitraannya dengan Antam.
Sedangkan Antam memutuskan mempertahankan investasinya di ICA. “Itu kan [ICA] proyek negara juga, kami tetap ada intensi untuk tetap berada di sana, tetapi sebagai minoritas di proyek tersebut,” ujar Apriliandi.
Masalah pabrik CGA ini turut menekan kinerja Antam sehingga membukukan rugi bersih sebesar Rp 496,12 miliar sepanjang semester I tahun ini. Padahal, pada periode sama tahun lalu mengantongi laba bersih Rp 11,03 miliar. Penjualan Antam juga turun 37% menjadi Rp 2,94 triliun pada semester I-2017.
Kinerja perusahaan merosot akibat gangguan pada fasilitas pemurnian logam pada awal tahun ini. Gangguan tersebut berimbas pada menurunnya produksi dan volume penjualan emas perusahaan. Antam menjual 3.298 kilogram emas sepanjang Januari-Juli tahun ini, turun hampir 40% dibandingkan periode sama 2016.
Hal ini berakibat pada penurunan nilai jual emas Antam dari Rp 2.84 triliun sepanjang enam bulan pertama 2016 menjadi Rp 1,8 triliun tahun ini.
Di sisi lain, Antam mencatatkan kenaikan beban keuangan sebesar Rp 300,17 miliar dan kerugian entitas asosiasi dan ventura Rp 162,47 miliar. Pos ini melonjak masing-masing lebih dua kali dan tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Apriliandi menjelaskan, Antam membukukan kerugian terutama karena adanya beban amortisasi dan depresiasi yang dicatatkan perusahaan. Dengan mulai beroperasinya pabrik feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, Antam mencatatkan beban depresiasi yang berimbas pada kinerja keuangannya.